mining

Senin, 05 Desember 2016

Pelanggaran Etika pada Berita Media Cetak

  
 
JAKARTA, KOMPAS.com -- Pemberitaan media cetak terkait isu kekerasan seksual terhadap perempuan masih banyak yang belum memenuhi etika dan hak korban. Dalam pemberitaanya, media cetak juga menempatkan isu perempuan pada rubrik sekunder. Hal ini menunjukkan bahwa media sebagai agen pembawa pesan kepada masyarakat meminggirkan isu terkait perempuan.

Berdasarkan kajian Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dari 1.210 berita terkait perempuan di media cetak pada tahun 2011, sebanyak 64 persen dari keseluruhan berita kekerasan telah memenuhi etika dan hak korban dalam pemberitaannya. Sisanya, yakni 36 persen masih melanggar etika dan hak korban yang mengalami kekerasan.

"Meski demikian, dibandingkan tahun lalu, sensitivitas media cetak dalam memberitakan isu terkait perempuan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya," kata Komisioner Komnas Perempuan, Arimbi Heroepoetri, Selasa (6/6/2012), saat membahas hasil kajian Komnas Perempuan terhadap media terkait pemberitaan isu perempuan.

Kajian dilakukan dengan mengamati pemberitaan di delapan media cetak besar di Indonesia, yakni The Jakarta Globe, Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Pos Kota, Republika, Seputar Indonesia, dan The Jakarta Post. Periode pemberitaan adalah bulan Maret, November, dan Desember tahun 2011, dimana pemberitaan terkait isu perempuan sedang tinggi. Berita yang paling banyak muncul adalah kekerasan seksual dalam bentuk perkosaan.

Ketua Sub Komisi Partisipasi Masyarakat, Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan, pelanggaran etika yang paling banyak dilakukan media cetak dalam pemberitaannya adalah mengungkap identitas korban, seperti menyebut nama, alamat dan menampilkan foto korban. Selain itu, media cetak ikut menstigma korban dengan penggunaan diksi (pilihan kata) yang bias dan tidak berperspektif korban.

Yentriyani mencontohkan bagaimana media menggunakan kata-kata yang merendahkan dan menyakitkan untuk korban perkosaan. Dalam kalimatnya, kata perkosaan kerap diganti dengan melampiaskan aksi bejat, merenggut kegadisan, menyetubuhi, atau menggilir korban.

Dari hasil kajian media tersebut, The Jakarta Globe dianggap sebagai media paling baik dalam pemenuhan etika dan hak korban dalam pemberitaan kekerasan seksual. Dari seluruh berita kekerasan seksual yang dimuat The Jakarta Globe, Komnas Perempuan tidak menemukan satu pun pelanggaran etika dan hak korban.

Sementara Harian Kompas menempati urutan kedua setelah The Jakarta Globe sebagai media yang memenuhi tidak terlalu banyak melanggar etika dan hak korban kekerasan. Setelah itu berturut-turut The Jakarta Post, Koran Tempo, Republika, Media Indonesia, Seputar Indonesia dan Pos Kota.

Dari jumlah berita tentang isu perempuan yang dimuat media cetak, menurut Yentriyani, sebagian besar atau sebanyak 59 persen masih ditempatkan pada rubrik sekunder.

"Ini tantangan bagi kita semua. Kami menyadari bahwa isu kekerasan seksual sangat rumit dan belum semua awak media memiliki pemahaman yang baik dan berperspektif korban," kata Yentriyani.

Untuk memberi pemahaman baru terhadap awak media, Komnas Perempuan berencana berkunjung dan berdiskusi ke berbagai media cetak di Jakarta.


“Komentar”

Saya setuju dengan Andy Yentriyani yang menyatakan bahwa media harus  memiliki pemahaman yang baik dan berperspektif korban. Awak media juga seharusnya harus lebih pandai dalam memilih kata-kata yang akan diterbitkan di media, jangan sampai kata kata tersebut bersifat menyakiti atau merendahkan korban dan membuat pembaca menjadi salah paham.

Kemudian saya ucapkan selamat kepada The Jakarta Globe karena dianggap sebagai media media paling baik dalam pemenuhan etika dan hak korban dalam pemberitaan kekerasan seksual. Berdasarkan kajian yang dilakukan, dari seluruh berita kekerasan seksual yang dimuat The Jakarta Globe, Komnas Perempuan tidak menemukan satu pun pelanggaran etika dan hak korban.

Saya harap untuk kedepanya jumlah pelanggaran etika dan hak korban dapat berkurang sehingga para korban tidak merasa tersakiti karena penggunaan diksi (pilihan kata) yang bias dan tidak berperspektif korban.


Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2012/06/06/2101079/pelanggaran.etika.pada.berita.media.cetak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar